HALAMAN AWAL

SAMBUTAN REKTOR

TENTANG UNHALU

BERITA

PENELITIAN

KERJASAMA

KEMAHASISWAAN

DOSEN

ARTIKEL

TUKAR PIKIRAN

TAUTAN

BUKU TAMU

 

ARTIKEL

Surat Dirjen Dikti tentang oknum Ditjen Dikti.... Surat Dirjen Dikti tentang lembaga penjual gelar.... Pengumuman Dirjen Dikti tentang "Pendidikan Tinggi Fiktif".... Tanggung Jawab Asasi Manusia, oleh Bambang U.
 

DIPERLUKAN: "TANGGUNGJAWAB ASASI MANUSIA"                               oleh: Bambang Utomo (ideas@cianjur.wasantara.net.id)

SESUNGGUHNYA tidak aneh mengapa dalam masyarakat Indonesia yang sudah merdeka kita masih saja memperdebatkan soal hak-hak asasi manusia (HAM). Penghormatan terhadap HAM belum dihayati dengan baik oleh sebagian besar anggota masyarakat, baik para pejabat maupun anggota masyarakat sendiri. Bahkan penghayatan hak-hak asasi manusia Indonesia cenderung mengendur setelah tercapainya kemerdekaan (Mochtar Lubis, Kompas, 2 Januari 1984).

Karena menurut pikiran saya, baik setelah suatu bangsa itu merdeka, apalagi semasa masih dijajah bangsa lain, perolehan hak-hak setiap warganya selalu berkaitan dengan penunaian tanggungjawab yang dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Dan kalau kita perhatikan seberapa jauh tanggungjawab itu telah ditunaikan oleh dan di lingkungan masyarakat kita, maka akan kita dapati betapa memprihatinkannya situasi dan kondisi yang ada sejauh ini. Jelas tidaklah pada tempatnya berbicara tentang hak--apa pun yang diartikan sebagai hak itu--tanpa mengaitkannya dengan tanggungjawab sebagai sisi tandingannya. Di manapun dan kapan pun, tingkat perolehan hak, termasuk hak asasi, akan senantiasa berlangsung di dalam saling-hubungannya dengan tahap penunaian tanggungjawab manusia; baik secara individual maupun kolektif.

APAKAH TANGGUNGJAWAB ASASI MANUSIA?

Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah lama mencanangkan tak kurang dari 30 pasal HAM di mana negara kita juga telah menerimanya. Demikian pula Dewan Hak-Hak Asasi Manusia Kawasan Asia Tenggara, lewat pernyataannya memuat serangkaian pokok pikiran serupa. Bahwa hak asasi manusia adalah hakiki bagi manusia dan rakyat. Dan bahwa keterbelakangan, kemiskinan, ketidakmerataan dan ketidakadilan yang menimpa masyarakat Asia tak akan bisa diatasi; kecuali rakyat Asia menikmati semua hak-hak asasi mereka - baik di bidang sipil, politik, sosial, ekonomi dan kultural (Mochtar Lubis, ibid).

Tetapi bagaimana dengan konsep Tanggungjawab Asasi Manusia (TAM) untuk bidang-bidang yang sama? Sudahkah PBB merumuskan UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RESPONSIBILITES sebagai tandingannya? Telah adakah "Dewan Tanggungjawab Asasi Manusia" di Asia Tenggara maupun kawasan dunia lainnya? Ya, mengapa konsep tandingan ini belum pernah kita rumuskan bersama? Apakah kita menganggap manusia umumnya cenderung menunaikan kewajibannya secara serta-merta? Bahwa tanpa perlu dididik pun, pada dasarnya manusia itu adalah mahluk yang bertanggungjawab?

Sebagaimana juga konsep hak asasi, bukanlah tugas dan di luar kemampuan berpikir perorangan saya untuk merumuskan konsep tanggungjawab asasi manusia itu secara lengkap. Tulisan ini sekedar ajakan kepada kaum cendekiawan di mana pun, untuk bersama-sama memikirkan konsep--serta memperjuangkan penerapan--tandingan dari hak asasi manusia yang terlupakan termaksud.

Sementara kita terus memperjuangkan HAM dengan giat, marilah kita simak bersama sejauh mana hal-hal berikut telah dilaksanakan dengan baik di negeri kita, di kalangan bangsa Asia Tenggara, maupun bahkan di seluruh dunia! Yaitu tanggungjawab dalam: memelihara lingkungan hidup (termasuk kenekaragaman hayati) dari berbagai bentuk pencemaran maupun pengrusakan? Tanggungjawab untuk memerdekakan diri dari ketergantungan ekonomi yang berlebih dalam mencari nafkah (dengan atau tanpa majikan)? Tanggungjawab untuk mendidik diri (di dalam maupun di luar sekolah formal)? Tanggungjawab terhadap anak, teman-hidup dan keluarga? Tanggungjawab sosial asasi kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran-tangan maupun peranserta kita? Tanggungjawab membayar pajak kepada negara (bukan kepada oknum petugas yang korup!)? Tanggungjawab untuk membela diri dari ancaman, siksaan, maupun perlakuan kejam pihak luar kalau sampai terjadi (termasuk kemungkinan hijrah--untuk sementara atau seterusnya--ke tempat lain)? Sampai pada akhirnya tanggungjawab manusiawi kita kepada DIA yang telah memberi kehidupan ini - sesuai agama dan kepercayaan kita masing-masing?

Di lain pihak tanggungjawab asasi manusia juga bukan sekedar tandingan dari hak menyatakan pendapat berupa buah pikiran (yang erat kaitannya dengan hak berpolitik itu). Tapi lebih awal dan mendasar lagi, yakni tanggungjawab untuk berpikir itu sendiri! Berpikir bukan dalam arti meniru pikiran orang, menyetujui pendapat umum, atau mematuhi nilai-nilai tradisi warisan leluhur secara membuta. Melainkan mampu berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi berbagai situasi masalah yang dihadapi. Berpikir kritis artinya bisa menyaring segala informasi yang menerpa dalam berbagai bentuk serta melalui bermacam-ragam media untuk dipilih yang berguna dan mana yang merugikan diri kita. Sedangkan berpikir kreatif berarti mampu mencari pemecahan dari masalah-masalah hidup yang kian rumit kita hadapi, serta menciptakan alternatif baru yang bermanfaat. Ya, bukankah tanggungjawab untuk melaksanakan proses berpikir sendiri itu tak kalah penting (kalau tak hendak menyebutnya lebih penting) ketimbang hak mengkomunikasikan hasilnya - baik secara lisan maupun tertulis?

TANGGUNGJAWAB & HAK ASASI MANUSIA

Pada mulanya saya juga heran, mengapa begitu banyak orang mempersoalkan perolehan hak-hak asasi tapi lupa akan penunaian tanggungjawab asasi manusia sejauh ini? Di lain pihak, barangkali ada yang menganggap pembicaraan tentang konsep tanggungjawab ini tidak relevan, mengada-ada, atau malah mengaburkan persoalan. Sebab situasinya lalu menjadi "Telur dulu, atau Ayam dulu"? Artinya penuhilah dulu hak-haknya, maka manusia pasti akan menunaikan tanggungjawab asasi mereka dengan sendirinya. Benarkah demikian? Atau yang benar adalah sebaliknya?

Para ahli psikologi telah lama membuktikan bahwa perilaku manusia terikat pada hukum "mengejar-kesenangan-dan-menjauhi-penderitaan". Dalam kaitan ini, kalau kita pikirkan lebih dalam, perolehan hak-hak termasuk jenis pengalaman yang menyenangkan, karena itu tak heran bila semua orang menuntutnya. Sedangkan penunaian tanggung-jawab (misalnya membayar pajak) tergolong beban yang memberatkan, karena itu banyak diabaikan orang. Demikianlah kecenderungan perilaku manusia di mana pun; tidak terkecuali di negeri kita tercinta.

Hak asasi untuk mendapat santunan hidup layak bagi kaum penganggur di negeri-negeri maju, misalnya, terbukti banyak menimbulkan ekses berupa kemalasan bekerja yang pada gilirannya kian menambah angka pengangguran - dengan segala dampak negatifnya bagi masyarakat dan negara. Sebab pekerjaan, terutama yang bersifat rutin, memang terasa membosankan dan merupakan beban yang ingin dijauhi orang; apalagi kalau tanpa bekerja pun hak hidup "layak" mereka dijamin undang-undang. Tak ubahnya dengan pelaksanaan tanggungjawab asasi untuk--misalnya--berpikir sendiri. Pada umumnya manusia itu malas berpikir, karena kegiatan mental mana kerap melelahkan serta tak jarang mendatangkan kebingungan, rasa "tidak aman", takut berbuat salah, khawatir memikul risiko dan sebagainya. Dalam berpendapat, ikuti saja apa kata orang banyak. Dalam menghadapi masalah, mintakan nasihat konsultan ahli atau kaum cerdik pandai. Dalam bertingkah laku, patuhi petatah-petitih nenek moyang. Mudah dan sangat praktis, bukan?

Sekarang saya sudah tidak heran lagi, sebab akar permasalahannya tampak jelas, bahwa perjuangan menuntut hak-hak asasi akan sulit berhasil tanpa disertai kesadaran melaksanakan tanggungjawab asasi dari mayoritas anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan atau tanpa promosi berlebih dari negeri-negeri industri maju pun, penegakan HAM perlu terus dilanjutkan, lembaga-lembaga pembela hak asasi masih patut didirikan, pernyataan serta imbauan kepada pemerintah negara-negara yang otoriter tetap harus dilancarkan; tapi dengan satu syarat: gerakan penunaian tanggungjawab asasi manusia atau TAM harus segera kita mulai. Sekarang!